Konnferensi Dunia 2001tentang PBB Melawan Rasisme, Diskriminasi Rasial,
Xenophobia dan Intoleransi ya Dunia sepak bola mengurusi juga hak asasi manusia?
Hal ini bukan karena pertandingan sepak bola kurang menarik
sehingga harus memasukkan masalah HAM dalam kompetisi mereka, tetapi
karena dunia sepak bola yang begitu popular juga diwarnai tindakan
rasisme yang melecehkan HAM.
Legenda sepak bola dunia dan Presiden Uni Asosiasi Sepak Bola
Eropa (UEFA), Michel Platini, mengatakan bahwa "Sepak bola adalah olah
raga paling populer di dunia dan mencerminkan nilai-nilai masyarakat di
mana olah raga ini tumbuh subur, tetapi sayangnya di sana juga ada
prasangka, ketakutan dan ketidakpercayaan."
Platini mengatakan hal itu di Jenewa pada diskusi panel tentang
rasisme dan olah raga yang diselenggarakan oleh Kantor PBB untuk urusan
HAM yang dirilis ohchr.org Senin (5/11) lalu. Di sana dibahas tentang Deklarasi Durban dan Program Aksi oleh Kelompok Kerja Antar Pemerintah.
Durban Declaration and Programme of Action (DDPA) diadopsi pada
Kong Terkait di Afrika Selatan.
Deklarasi ini mendesak untuk bekerja sama dengan
organisasi-organisasi, pemerintah, Komite dan federasi olah raga
regional dan internasional, serta Olimpiade Internasional, untuk
mengintensifkan perang melawan rasisme dalam olah raga.
Tujuannya adalah mendidik pemuda dunia melalui olah raga tanpa
diskriminasi dalam bentuk apapun dan dalam semangat Olimpiade, yang
membutuhkan pemahaman manusia, toleransi, keadilan dan solidaritas.
Lebih Banyak Tanggung Jawab
Hasil panel yang dipimpin Ketua HAM PBB, Navi Pillay,
mengingatkan peserta untuk membangun database anti – diskriminasi.
Database berisi 1.500 dokumen tentang pengalaman menangani diskriminasi
dan rasisme yang terjadi di 90 negara. Pengalaman ini memberikan
rekomendasi dan praktik terbaik menghadapi momok rasisme dan preseden
hukum yang terjadi.
Dalam dunia sepak bola, masalah rasisme juga terjadi, dan yang
paling sering dialami oleh pemain berkulit hitam sebagai korban. Apakah
hal itu terjadi sebagai tak tik untuk melemahkan permainan lawan atau
memang ada latar belakang merendahkan kemanusiaan.
Platini dalam pertemuan itu mengungkapkan bahwa popularitas
sepak bola juga berarti lebih banyak tanggung jawab, termasuk dalam
melawan rasisme. Sepak bola harus mempromosikan nilai-nilai yang
kondusif untuk membuat masyarakat yang lebih toleran terhadap keragaman.
"Orang-orang yang mengatur olah raga harus melindungi setiap
pemain dari segala bentuk diskriminasi di tempat yang mereka anggap
sebagai tempat kerja. Dan hal ini terwujud hanya karena mereka layak
mendapatkan rasa hormat," kata Platini.
Rasisme pada dunia sepak bola Eropa telah menjadi perhatian
dalam dekade terakhir. Pada Januari 2013, mantan pemain AC Milan, Kevin
Prince Boateng, memimpin rekan satu timnya di luar lapangan untuk
memprotes nyanyian rasis saat pertandingan persahabatan dengan klub
profesional Italia, Patria.
Hal ini adalah salah satu dari banyak insiden yang menyebabkan
UEFA memutuskan mempertegas undang-undang yang mengatur masalah ini dan
menerapkan kebijakan "toleransi nol" terhadap segala bentuk
diskriminasi dalam olahraga.
Wakil Presiden Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA)
dan Ketua Satgas FIFA Melawan Rasisme dan Diskriminasi, Jeffrey Webb,
dalam sebuah pernyataan vide menyatakan bahwa hal itu telah menjadi
konsensus di antara anggota panel.
"Menanamkan prinsip-prinsip dasar sosial tentang penghormatan
masih merupakan tantangan sebagai refleks masyarakat kita dalam
permainan kita. Sebagai olah raga paling populer, FIFA memiliki tugas
membawa kesadaran dan pendidikan kepada masyarakat," kata dia.
Silent Killer
Sementara itu, mantan manajer klub sepakbola Werder Bremen di
Jerman, Wilfried Lemke, berbicara tentang pengalaman selama 18 tahun
sebagai manajer klub. Dia sekarang menjadi Penasihat Khusus Sekretaris
Jenderal PBB untuk Olah raga dalam Pembangunan dan Perdamaian.
Dia mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat dalam memerangi
rasisme, tapi hal itu lebih pada kasus di luar lapangan sepak bola.
Rasisme bukan masalah sepak bola, tapi masyarakat. Dan federasi sepak
bola telah banyak berupaya.
Sementara itu, Tokyo Sexwale, anggota satuan tugas FIFA melawan
rasisme dan diskriminasi dan salah satu pendiri dari Yayasan Nelson
Mandela, menggambarkan rasisme sebagai "silent killer" (pembunuh yang
diam).
Sexwale pada kongres terakhir,Mei 2013, menyebutkan bahwa FIFA
telah memimpin untuk mengimplementasikan beberapa ketentuan Deklarasi
Durban dan Progam Aksi. Beberapa proposal kepada FIFA termasuk penerapan
kode etik nasional melawan rasisme, menjadi barometer global untuk
memantau pelanggaran olahragawan.
Bagi Osasu Obayiuwana, Associate Editor di Majalah Afrika Baru
dan juga anggota dari satuan tugas FIFA, korban rasisme harus memainkan
peran utama dalam melawan rasisme. Dia mengatakan bahwa tindakan sanksi
terhadap pelanggaran rasisme juga harus lebih berat.
Obayiuwana menyebutkan bahwa rasisme dalam olah raga ada
sebelum protes Kevin Prince Boateng. "Jika pelaku tetap aman di luar
lapangan sepak bola, dunia sepak bola tanpa kecuali akan terus berjuang
menghadapai masalah tersebut,” kata dia.
Dan dunia sepak bola telah memulai mempelopori perlawanan
terhadap rasisme di lapangan dan di luar lapangan. Cabang olah raga lain
atau bidang profesi lain barangkali perlu belajar untuk mengatasi
rasisme yang masi terjadi di dunia ini.
Sumber : http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx_ttnews[tt_news]=7120&cHash=1
Sabtu, 09 November 2013
MELAWAN RASISME
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar